Judul : Jenis-jenis Tulisan Jurnalistik & Karangan Umum Sebagai Pedoman
Penulisan Naskah Public Relations
Pendahuluan
Dilihat
dari kenyataan, tulisan yang termasuk kedalam tulisan jurnalistik ada beberapa
jenis. Ini tenyata dari penampilan penyampaiannya. Presentase jenis tulisan
tersebut menurut para praktisi maupun pakar jurnalistik antara lain 5 jenis
yaitu:
1. Jenis
tulisan berdasarkan fungsinya yang berjenis Naratif atau Narasi atau Cerita
2. Jenis
tulisan berdasarkan funginya yang berjenis Deskripsi atau Penggambaran
3. Jenis
tulisan berdasarkan fungsinya yang berjenis eksposisi atau keterangan
4. Jenis
tulisan berdasarkan fungsinya yang berjenis Argumentasi atau Perbantahan
5. Jenis
tulisan berdasarkan fungsinya yang berjenis Refleksi atau renungan.
Tulisan
Narasi atau Cerita
Jenis
tulisan ini disebut cerita karena hanya berfungsi sebagai pengungkapan kisah
atau peristiwa yang terjadi secara runtut. Dalam jurnalistik, jenis tulisan ini
tidak dapat dibumbui dengan pendapat atau opini penulisnya. Si penulis
bertindak sebagai penceritayang berada diluar kejadian. Fungsi penulisan disini
hanyalah sebagai pelapor. Dari pelapornya atau tulisannya itulah pembaca dapat
mengetahui peristiwa yang terjadi. Sejenis narasi ini banyak juga dipentaskan, narator bercerita dibelakang layar
panggung, pemain yang memperagakan berada diatas panggung.
Contoh:
“Sepakbola yang diambil oleh Careca
dari sebelah kiri gawang AC Milan itu disambut dengan tandukan bagi Napoli.
Maradona lari ke tengah lapangan disambut oleh teman-temannya.”
Dengan
penulisan seperti itu pembaca seolah-olah melihat sendiri pertandingan
sepakbola antara kesebelasan Napoli dengan AC Milan. Dalam hal ini penulis
bertindak netral dan tidak boleh melihatkan emosinya. Secara cermat ia harus
mampu menceritakan sikap kejadian dengan baik.
Kesimpulan:
Tulisan
bergaya narasi ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Wartawan
hanya mengungkap peristiwa atau cerita saja, ditulis seadanya
2. Wartawan
tidak memasukan opini/pendapatnya.
3. Wartawan
hanya sebagai pelopor saja
4. Wartawan
tidak boleh melibatkan emosinya
5. Wartawan
harus cermat mengamati jalan cerita yang dia ungkapkan tersebut.
6. Tulisan
deskripsi atau penggambaran
Tulisan
Deskripsi atau Penggambaran
Tulisan
jenis deskripsi ini berbeda dengan tulisan jenis Narasi. Tulisan jenis
Deskripsi atau penggambaran ini lebih memberikan keleluasaan bagi penulisnya
untuk bermain-main denga bahasa dan kata. Dalam tulisan jenis ini, penulis
menggambarkan keadaan yang dijumpainya, termasuk kesan kesan sendiri
Penulis
bahkan dapat mengungkapkan perasaanya dengan peribahasa atau ungkapan
personifikasi dan pengan daian agar pembaca dapat mendapatkan gambaran yang
jelas tentang suatu peristiwa.
Kesimpulan:
Tulisan
gaya atau jenis deskripsi atu penggambaran ini berciri, sebagai berikut:
1. Wartawan
lebih bebas dan luar untuk bermain kata dan ungkapan.
2. Wartawan
boleh memasukan kesan-kesannya pribaadi
3. Wartawan
bia menggunakan gaya-gaya bahasa, baik personifikasi, asumsi dll.
4. Dan
gaya dan jenis ini lebih menarik pembacanya.
Tulisan
Eksposisi atau Keterangan
Jenis
tulisan jurnalistik yang berjenis eksposisi ini adalah tulisan ayng memuat
keterangan dan gagasan penulisnannya. Jenis tulisan ini dikenal dengan sebutan
eksposisi. Jenis tulisan ini berfungsi mengungkapkan atau memaparkan pikiran
penulisannya tentang suatu hal. Karena itu sangat berbeda dengan jenis narasi
ataupun deskripsi.
Dalam
jenis Narasi, pendapat atau kesan penulis hamper tidak ada dalam ketiga ini
pendapat penulis hamper mewarnai tulisan dan fakta yang disajikan oleh penulisa
sangat sedikit dan cenderung hanya merupakan contoh atau bahan yang diolah.
Contoh:
Tulisan
Eksposisi/Keterangan
“Seharusnya gawang AC Milan lebih
banyak bobol. Berkali-kali tendangan Careca, pemain asal brasil itu terlalu
lemah. Umpan dari Maradona pun sering kurang akurat. Bola yang seharusnya
dilambungkan ke tengah dibawa sendiri dan berhasil dihadang palang pintu AC
Milan.”
Dari
tulisan seperti itu pembaca diajak untuk menerima begitu saja pendapat
penulisnya. Kalau kita kritis, kita dapat bertanya kepada penulisnya, siapa
yang mengharuskan gawang AC Milan lebih banyak gok? Atau, pernahkah peulis
merasakan tendangan Careca sehingga ia berpendapat terlalu lemah? Pertanyaan
yang lebih sinis dapat kita sampaikan kepada penulisnya sedemikian, apakah anda
lebih jago dari maradona? Sehingga Anda mengajari maradona agar melambungkan
bola ke tengah? Tetapi dalam jurnalistik. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu
tidak akan diajukan oleh para pembaca kepada para wartawan. Wartawan menuliskan
laporan seperti itu karena ia ingin memaparkan hasil oleh pikirannya, gagasan
atau pendapatnya tentang pertandingan itu.
Kesimpulan:
Tulisan
Gaya atau jenis Ekposisi memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Tulisan
ini banyak pengungkapan pemaparan pemikiran penulis/wartawannya
2. Fakta
sangat sedikit disajikan wartawan
3. Wartawan
banyak memasukan pikirannya sendiri
Tulisan
jenis ini mempunyai kaitan dengan jenis Eksposisi. Dalam jenis penulis atau
wartawan memaparkan pendapatnya sehubungan dengan pendapat atau komentar orang
lain tentang sesuatu hal. Terhadap hal itu sehingga terjadilah perdebatan.
Masing-masing pihak yang terlibat dalam adu pendapat dan adu argumentasi itu
dapat kita lihat dalam harian Berita Muda dan harian Abadi bulam Maret, April
dan Mei 1970. Di harian Abadi. Kita dikutpkan sepotong kalimat dari kedua
penulisnya tentang suatu hal:
“Contoh:
Kalimat-kalimat Polemik SM. Amin dan Berita Yudha”
a. Kalau
singkatan Mr. di depan S.M. Amin berarti
“Master in De Retchen”, tentu penjelasan tentang apa dan bagaimana tugas
kewajiban Jaksa Menurut ketentuan Hukum dan Undang-undang.” (Tajuk Rencana
Berita Yudha, Sabtu, 21 Februari 1970)
b. Atas
alas an “emosi Mr. S.M Amin mendingin dahulu” sebenarnya tidak perlu
mengundurkan kembali itu. “Emosi M.r S.M Amin” tetap dingin”. Para pembaca
dipersilahkan dengan hormat membaca dan menelti (Abadi, 14 Maret 1970)
Dua
tulisan itu saling menyerang, bukan saja pokok persoalan yang dipaparkan tetapi
sudah menyangkut pribadi. Ini memang kesalahan. Dalam berpolemik, penulis tidak
boleh menyinggung masalah pribadi dan hanya diperbilehkan untuk memaparkan
pendapatnya tentang pokok persoalan. Hal ini yang tidak perlu dalam polemic
adalah tujuan memenangkan pendapat. Jenis tulisan mengalahkan “lawan”. Dala,
satu perbantahan yang dituju adalah mendekatkan perbedaan pendapat dan mencari
penyesuaian pemahaman dari kedua pendapat yang berbeda.
“Kesimpulan:
tulisan gaya dan jenis argumentasi ini berciri sebagai berikut:”
1. Wartawan
bisa memaparkan pendapatnya boleh membantah, boleh membela dan sebagainya.
2. Penulis
wartawan sering mengikutsertakan masalah pribadinya
3. Penulis
sering menggunakan tulisan untuk menjadi alat pemukul lawan
4. Penulis/wartawan
sering menggunakan tulisan untuk menjatuhkan lawannya.
5. Polemik
Sebenarnya adalah untuk mendekatkan idea tau pendapat, bukan untuk berperang
akan tetapi banyak disalah gunakan.
Tulisan
Jenis Refleksi atau Renungan
Jenis
tulisan refleksi ini biasanya berisi ajakan kepada pembaca untuk merenungkan
sesuatu hal. Maka itu tulisan jenis ini disebut tulisan renungan atau releksi,
dalam tulisan jenis ini pembaca diajak
bukan saja mengolah pikirannya, tetapi juga perasaannya. Oleh karena itu perasaan
pembacanya untuk mengandaikan dari dirinya kepada peristiwa atau kejadian itu.
Dengan
demikian wartawan atau penulis sudah mempunyai kesimpulan tentang hal yang
ditulisnya itu harus dipaksa menarik kesimpulan yang sama dengan yang dimaksud
penulisnya.
Contoh:
“37 tahun yang lalu 10 Desember
1948 sebuah deklarasi hak azasi manusia ditandatangani. Dari pada diharapkan
adanya peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan,
tetapi perjalanan sejarah berkata lain Raja Akhab muncul dalam wujud yang lain.
Tuntutan kebutuhan bergeser dan umat Allah hanya bias meratapi, tangispun
nyaring terdengar. Sepotong kutipan tersebut berasal dari Renungan Minggu
yang dimuat di harian Sinar Harapan, 15 Desember 1985. Kasusnya
menyangkut penggusuran tanah rakyat. Dengan menarik cerita kebun anggur Nabot
dari Al-kitab, pembaca diajak merenungkan peristiwa itu di zaman sekarang.”
Dalam
jurnalistik, jenis-jenis tulisa itu memang dipergunakan tetapi wartawan tidak
terlalu dituntuk dapat menulis jenis argumentasi, refleksi atau eksposisi.
Wartawan lapangan lebih dituntut mampu menjadi pelopor yangbaik yang hasil
tulisannya digolongkan dalam jenis narasi dan deskripsi.
Kesimpulan:
Tulisan jenis refleksi/renungan ini berisi antara lain sebagai berikut:
1. Wartawan
selalu mengikutkan pembaca/mengajak pembaca untuk mengolah pikiran maupun
perasaannya.
2. Pembaca
diajak untuk merenungkan dan membandingkan antara tulisan itu dan hal-hal yang
pernah terjadi sebelumnnya, apalagi yang pernah terjadi di dalam uraian kisah
didalam Kitab Suci Allah.
Bertolak
dari ruang lingkup kegiatan Public Relations maupun Jurnalistik keduanya adalah
bagian dari Ilmu Komunikasi khususnya komunikasi massa, maka teknik penulisan
naskah baik Jurnalistik maupun Public relations tidaklah banyak berbeda. Fraser
P, Seitel dalam bukunya yang berjudul The
Practical Public Relations dua halaman 149 menulis:
“What are the differences between Public
relations Writing and Journalistic Writing? Dikatakannya sebagai berikut
“In Journalistic of fact. In Public Relations
Writing it is more likely to be on the promotionof organization, an activity, a
product, a personality, or a point of view”.
Dari
pendapat Seitel ini, perbedaan hanyalah dalam cara menyajikan informasi yang
ditulis saja, kalau jurnalistik lebih banyak penekanan mengenai fakta, tetapi Public
Relations banyak mengenai promosi dari perusahaan tersebut, apakah
aktivitasnya ataupun kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan. Tetapi cara
penulisan dari segi formulasinya, gaya bahasanya tidak banyak berbeda. Jadi
teknik penulisan naskah Public Relations tidaklah menyalahi bila menggunakan
teknik penulisan yang digunakan oleh jurnalistik.
0 Response to "Penulisan Humas Pertemuan 2"