Wajah
manusia ketika diam dan bergerak, saat mati sebagaimana saat hidup, dalam jeda
dan ketika berbicara, ketika dilihat atau dipahami dari dalam, dalam keadaan
sebenarnya atau dipresentasikan dalam seni atau direkam oleh kamera merupakan
sumber informasi yang kuat, rumit dan sering membingungkan.
(P. Ekman, W. Friesen dan P. Ellsworth)
Atau dapat dipahami, wajah
manusia saat terdiam atau pun bergerak, ketika dilihat dan dipahami merupakan
sebuah sumber informasi yang kuat, rumit dan membingungkan.
Birdwhistel memperkirakan
terdapat 250.000 ekspresi wajah yang mencerminkan emosi seseorang.Seperti
keriangan, kemarahan, kebencian, kemarahan, ketakutan, kekaguman, keheranan, ke-terkejutan,
kegugupan, rasa dipermalukan, kesedihan dan sejumlah perasaan lainnya.Jadi
senyuman, pelototan, seringai, wajah cemberut, wajahmuram dan sebagainya bukan
sekedar implikasi darigerakan otot-otot, tapi mencerminkan perasaan seseorang
yang sering tidak disadari oleh pelakunya.
Dalam konteks ini, eksperimen
Zaidel dan Mehrabian men-dukung hipotesis bahwa sikap negative lebih efektif
dikomunikasikan lewat ekspresi wajah daripada sikap positif. Sikap negative ini
ter-masuk rasa tegang, jengkel, sebal, benci, marah dan memusuhi, yang boleh
jadi akan tampak lewat bibir yang terkatup, senyuman sinis, pandangan mata yang
melotot atau mendelik. Alis mata sangat ekspresif dalam hal ini, contohnya:
·
Terangkat
penuh – Ketidak percayaan
·
Setengah
terangkat – keterkejutan (Surprise)
·
Normal –
tanpa komentar
·
Setengah
lebih rendah – kebingungan
·
Merendah
penuh – Marah
Pengaruh
Budaya atas Ekspresi Wajah
Menurut Charles Darwin dalam
buku klasiknya “The Expression of Emotions in Man and Animal”s. Ekspresi wajah,
seperti senyuman tidak dipelajari, namun secara biologis ditentukan.“Tidak ada
bukti, sejauh mana yang saya temukan, untuk memercayai bahwa setiap otot telah
dikembangkan atau dimodifikasi semata-mata untuk tujuan ekspresi,” kata Darwin.
Dengan kata lain, menurut
Darwin tidak ada perbedaan dalam “makna” antara ekspresi hewan dan ekspresi
manusia, keculai jika hewan yang sudah berevolusi.Darwin mengasumsikan bahwa
ekspresi sekadar masalah fisiologis.“Makna” semua ekspresi emosional yang
dinilai berdasarkan evolusi individu dari bayi hingga dewasa, sehingga tidak
mengherankan jika Darwin juga mengamsusikan bahwa kebanyakan isyarat ekspresif
manusia bersifat universal dan bawaan dengan hanya sedikit yang termodifikasi
atau di-transmisikan.
Sayangnya, seperti dinyatakan
Russell dan Fernandez – Dols, definisi Darwin tentang ekspresi terlalu umum.Karena,
menurut Darwin ekspresi adalah “semua jenis tindakan yang jika secara teratur
menyertai setiap keadaan pikiran, dapat dikenali sebagai ekspresif. Darwin
melukiskan “keadaan pikiran” ini bukan hanya sebagai emosi (kemarahan, terror,
kedengkian dan cinta), namun juga ciri-ciri motivasional, perilaku atau
kepribadian (misalnya tekad, ambisi, ke-rendahan hati, ketidak berdayaan, rasa
malu), sensasi (rasa sakit pada tubuh, lapar) dan proses kognitif (abstraksi,
meditasi). Argument Darwin barangkali tidak keliru.Kajian tentang anak-anak
yang lahir dengan tuli dan mereka tersenyum, tertawa dan menangis dengan
cara-cara yang nyaris identic dengan bayi-bayi yang dapat mendengar dan melihat
orang dewasa.
Izard menemukan adanya kesepakatan
tinggi atas delapan kategori emosi (ketertarikan, kebahagiaan, keterkejutan,
kesedihan, kejijikan, kemarahan, rasa malu dan ketakutan) yang di
representasikan foto-foto antara orang-orang di Amerika Serikat, Jerman, Swedia,
Preancis, Yunani dan Jepang.Ekman dan Friesen me-nemukan kesepakatan atas enam
kategori (minus ketertarikan dan rasa malu) di Brasil, Cile dan Argentina.
Keenam temuan emosi ter-sebut memiliki basis bawaan dan fisiologis: kesemuanya
ditemukan dalam semua budaya, ditemukan pada anak-anak, juga ekspresi serupa
ditemukan pada primate nonmanusia. Ekman dan kawan-kawannya memperteguh
argument bahwa terdapat ekspresi wajah yang universal. Studi mereka dilakukan
di sepuluh Negara: Estonia, Jerman, Yunani, Hongkong, Italia, Jepang,
Skotlandia, Sumatra, Turki dan Amerika Serikat. Temuan tersebut bukan hanya
menyepakati jenis emosinya, tetapi juga intensitasnya.
Matsumoto, wallbott dan scherer,
menyatakan bahwa terdapat universal dalam ekspresi wajah yang menunjukkan enam
jenis emosi: kemarahan, kejijikan, ketakutan, kebahagiaan, kesedihan dan ke-terkejutan.
Setelah mengkaji ulang berbagai penelitian mengenai ekspresi emosi, Izard
menyimpulkan bahwa data yang sehat dari berbagai budaya mendukung tesis Darwin
bahwa ekspresi emosi adalah bawaan universal.Hanya saja sebagian penelitian me-nyarankan
bahawa universalitasnya terbatas pada emosi-emosi yang primer.Meskipun ekspresi
yang menandai emosi dasar tersebut bersifat bawaan dan universal, terdapat
banyak perbedaan dalam sikap terhadap emosi dan ekspresinya.
Berdasarkan kesimpulan Landis
tahun 1934 setelah mengkaji ulang peneliatian mengenai emosi, para pengamat
sering mampu memahami perilaku wajah orang yang bahagia meliputi sejumlah
konfigurasi wajah.Temuan ini menegaskan bahwa senyuman mungkin merupakan
representasi konvensional kebahagiaan (sebagai “kebenaran artistik”), namun
bukan merupakan tanda ke-bahagiaan yang diperlukan.
Menurut Fernandez-Dools dan
Ruiz-Belda, kebenaran arstistik tidak selalu sesuai dengan kebenaran optis,
yakni apa yang se-benarnya terjadi, seperti diperlihatkan foto. Misalnya
berabad-abad para pelukis menggambarkan kuda sebagai mengangkat sepasang kaki depannya
secara simetris ketika kuda sedang berlari.Ke-nyataanya, berdasarkan
penangkapan kamera dengan kecepatan tinggi, gerakan kaki hewan yang begitu
dikenal tersebut sangat rumit, dengan pola yang tidak simetris. Fernandez-Dools
dan Ruiz Belda mengutip temuan Landis yang mengisyaratkan bahwa apa yang
dianggap ekspresi wajah yang universal itu sangat boleh jadi sekedar kebenaran
artistic alih-alih sebagai kebenaran optis,
Senyum dan
Tawa
Orang tersenyum dan menunjukan
ekspresi senang, namun mereka dapat juga tersenyum karena suasana hati (mood) berbeda seperti malu atau marah. Mereka tersenyum
karena mereka ounya otot wajah, seperti zigomatic, yang menarik mulut ke atas
dalam suatu senyuman dan corrigator,
yang menarik alis bersama-sama dalam wajah yang memberenggut. Otot-otot
wajah diaktifkan oleh syaraf wajah.Maka senyuman dapat dianggap juga sebagai
isyarat penentraman atau penghormatan.
Menurut Borisoff dan Mrrill,
kebiasaan senyum wanita berkulit putih ini berbeda dengan kebiasaan senyuman
wanita berkulit hitam (Afro-Amerika) di Negara itu. Kaum wanita berkulit hitam
itu tidak dituntut keluarga mereka untuk mengekspresikan kewanitaan mereka
dengan cara yang sama. Oleh karena itu tidak meng-herankan bila mereka kurang
senyum dibandingkan dengan wanita berkulit putih.Akibatnya, sebagian
diskriminasi yang dialami kaum wanita berkulit hitam disebabkan oleh kesalahan
kaum berkulit putih salah dalam menafsirkan ekspresi wajah wanita berkulit
hitam.Tidak adanya senyuman di wajah mereka dianggap permusuhan, keangkduhan
atau ketidak ramahan.
Perilaku
Mata
Begitu banyak makna yang dapat
tergambar pada mata manusia dalam berbagai situasi. Misalnya: bahagia, dendam,
kejam, kejam, licik, melankolis, nakal, polos, ramah, redup, sendu dan
sebagainya. Bagian mata yang paling ekspresif adalah manik mata (pupil).
Penelitian menunjukan bahwa manik mata bayi dan anak-anak lebih besar daripada
manik mata orang dewasa, tetapi respon manik mereka sama saja ketika menghadapi
suatu situasi. Manik mata seseorang akan membesar ketika ia menghadapi situasi
yang positif, terutama sesuatu yang menggairahkan atau membahagiakan.
Sebakliknya manik mata akan mengecil apabila menghadapi situasi yang negatif,
yang membuatnya merasa kesal, sebal atau marah.
Memandang atau menatap (gaze) digunakan sebagai tanda sosial
sangat dini dalam kehidupan. Erving Goffman benar ketika ia mengatakan bahwa
kita “mendisiplisinkan mata kita” hingga kita menguasi keterampilan melihat
tanpa tampak bahwa kita sedang melihat.
Exline dan Yellin menemukan
bahwa seekor monyet (dalam kandang yang kuat) akan menyerang atau mengancam
seorang eksperimenter yang menatapnya, namun akan santai jika eksperimenter
memalingkan wajahnya. Sejumlah penelitian menunjukan bahwa memandang dapat
berfungsi sebagai ancaman bagi manusia juga.Marsh dalam studi kaum hooligan
sepak bola menemukan bahwa suatu lirikan tunggal terhadap seorang anggota
kelompok lawan dapat merupakan penyebab kekerasan.
Michael Argyle mengatakan bahwa
kontak mata adalah suatu sinyal penting mngenai derajat keintiman di antara dua
orang.Jika kontak mata lebih banyak, semakin akrablah hubungan di antara kedua
orang itu. Dalam keadaan normal, orang melihat bagian wajah dari alis ke bibir.
Tetapi perunding yang berpengalaman mungkin memperlihatkan kening dan daerah
mata, sedangkan pasangan yang tertarik secara seksual mungkin melihat daerah
mata hingga dada.
Analisis Judith Hall menemukan
bahwa orang yang lebih dominan lebih banyak memandang ketika berbicara dan
relative kurang ketika mendengarkan, sedangkan orang yang kurang dominan lebih
banyak memandang ketika mendengarkan dan relative kurang ketika berbicara.
Lebih jauh Ellyson dan
kawan-kawannya dalam penelitian mereka mengenai komunikasi antar wanita
menunjukan, wanita yang memiliki kekuasaan relative tinggi memandang dengan
porsi yang sama ketika berbicara dan mendengarkan, wanita yang berstatus lebih
rendah lebih banyak memandang ketika mendengarkan daripada ketika berbicara.
Knap dan Hall melaporkan dalam
penelitian mereka, terlepas dari variable status, pria cenderung menggunakan
pola memandang yang khas digunakan orang berstatus lebih tinggi, sedangkan
wanita cenderung menggunakan pola memandang yang khas digunakan ornag berstatus
lebih rendah.
Raph Exline menemukan bahwa
wanita cenderung mengusahakan kontak mata langsung dalam interaksi daripada
pria dan bahwa orang-orang yang punya kecenderungan afiliatif yang tinggi
membutuhkan kontak mata langsung.Sebaliknya, orang-orang yang kurang kompetetif
tampaknya membutuhkan lebih sedikit kontak mata dalam komunikasi antar pribadi.
Efran dan Broughton menemukan
bahwa orang dengan kebutuhan tinggi akan persetujuan dan ketergantungan lebih
banyak melakukan kontak mata langsung dengan orang lain dalam komunikasi antar
pribadi. Para peneliti juga menemukan bahwa orang-orang lebih banyak memandang
ketika merka menerima atau ingin menerima persetujuan, terutama dari orang yang
berstatus lebih tinggi.
Dalam Komunitas Muslim,
terutama yang taat pada agamanya, perilaku rendah hati ini biasa dilakukan.
Mereka meyakini bahwa baik ayat-ayat Qur’an (An-Nuur: 30 dan 31), ataupun hadis
Nabi mengenai etika komunikasi antar jenis ini (dengan orang diluar keluarganya
yang boleh dinikahi) adalah untuk kebaikan pihak-pihak yang bersangkutan.
0 Response to "Tugas Resume Bab 6 Buku Komunikasi Efektif"