BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
sebuah Negara berkembang. Dunia perfilman dan penyiaran merupakan sarana
informasi yang sangat sangat penting tentunya. Berfungsi untuk mendukung
tersampaikannya pesan-pesan, berita dan informasi yang sangat penting agar
semua dapat berjalan dengan lancar.
Film adalah suatau karya seni yang dibuat manusia dengan berbagai macam
teknologi untuk menyampaikan pesan dari pembuat dalam isi film terhadap
penonton. Film adalah salah satu karya seni budaya yang bisa mempengaruhi sikap
penonton. Dari masa ke masa film semakin berkembang dengan cerita atau tayangan
yang semakin menarik karna teknologi yang berkembang pula dari zaman ke zaman
semakin banyak perubahan yang dirasakan dalam film.
Dalam pemutaran film banyak sekali teknologi yang mendukung untuk bisa
menampilkan Film dengan sempurna dari mulai teknologi pembuatan film itu
sendiri, pengeditan, hingga penayangan. Televisi
menjadi salah satu media penayangan film yang gratis dan banyak diminatai
selain diputar di bioskop film yang merupakan karya seni budaya pun sudah
banyak ditampilkan di televisi yang merupakan media siaran audio visual.
1.2
Batasan masalah
1.
Apa
yang dimaksud film sebagai karya seni budaya?
2.
Bagaimana
perkembangan film sebagai karya seni budaya dan perkembangannya di Indonesia?
3.
Apakah
yang dimaksud televisi sebagai media siaran audio visual?
4.
Bagaimana
peran dan keunggulan televisi sebagai media siaran audio visual?
1.3
Tujuan Makalah
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud film sebagai
karya seni budaya, bagaimana perkembangannya, dan perkembangannya di Indonesia.
Untuk mengetahui juga apa yang dimaksud dengan televisi sebagai media siaran
audio visual, dan mengetahui peranan dan keunggulannya. Kami
berharap agar makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa yang dimaksud film sebagai
karya seni budaya?
Film
merupakan karya seni budaya yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi, yang
berbentuk gambar yang bergerak bersuara atau tidak bersuara (bisu), sehingga
disebut juga sebagai gambar hidup (gambar idoep) yang dapat bersifat audio
visual (pandang dengar). Film dipandang sebagai fenomena seni budaya dan
merupakan kelanjutan dari tradisi sandiwara atau teater yang dikenal juga
dengan nama seni panggung.
Di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa, karya seni budaya yang menarik banyak
penonton ditampilkan oleh media tradisional seperti wayang, lenong, lawak, dan
semacamnya yang dapat digolongkan sebagai seni panggung, yang memiliki fungsi
hiburan, edukasi, (pendidikan), panggung, yang mempunyai, fungsi ekonomidan
sumber rezeki. Salah satu tontonan panggung yang banyak digemari adalah
rombongan Wayang Cerita Siti Akbari terutama di Bogor dan Jakarta. Pertunjukan
itu disebut wayang panggung dan
pemainya menamakan diri anak wayang.
Kedua istilah itu sangat melekat di benak masyarakat, meskipun kemudian muncul
sejumlah kelompok tontonan panggung seperti Komedi
Stambul dan Komedi Bangsawan yang
menampilkan sesuatu yang baru. Dengan demikian dapat dipahami, jika film yang
dikenal sebagai gambar idoep
dinamakan juga wayang gambar oleh
orang Melayu, sebagai karya seni menimbulkan kebosanan.
2.2 Bagaimana perkembangan film
sebagai karya seni budaya dan perkembangannya di Indonesia ?
Sejarah
pertunjukan film dimulai dengan film bisu yang masih sangat pendek (1895-1903),
dan pada umumnya dipertunjukan di panggunga teater sebagai pelengkap
pertunjukan sandiwara. Pada awalnya film bisu itu sangat menarik dan
menakjubkan penonton, tetapi kemudian menimbulkan kebosanan. Pertunjukan film
bisu itu dilakukan oleh Auguste Marie Louis Nicolas Lumiere (1862-1954) dan
saudaranya Louis Jean Lumiere (1864-1948) di Cafe de Paris, Perancis, pada
tanggal 28 Desember 1895.
Pertunjukan
perdana itu menggemparkan publik dan membuat “dunia terkejut.” Film-film
pertama buatan Lumier yang diputar itu adalah film tentang laki-laki dan
perempuan bekerja di pabrik, kedatangan kereta api di stasiun, dan kapal-kapal
yang meninggalkan pelabuhan. Teknologi buatan Lumiere itu dengan cepat
mendunia, terutama dengan dukungan teknologi proyektor berukuran 2,75 inch yang
lebih unggul, keluaran The American
Biograph yang diciptakan oleh Herman Casler tahun1896.
Sejak
pertunjukan perdana di Cafe de Paris itulah lahir ekspresi I have been to a movie! (Biran, 2009:xvi). Perkembangan film
sebagai karya seni budaya mencapai puncaknya setelah Perang Dunia I dan Perang
Dunia II sebagai bagian penting dari kemajuan ilmu dan teknologi, melalui proses
yang cukup panajang. Film cerita bisu (1903-1927) sebagai kelanjutan film bisu
yang pendek (1895-1903), berkembang menjadi film cerita bersuara hitam putih
(1927-1935).
Kemudian
dalam tahun 1935 Rouben Mamoulian menyelesaikan Becky Sharp, sebuah film yang seluruhnya berwarna dengan sistem technicolor yang sudah diperbaiki.
Lahirnya film cerita berwarna itu, selain mengakhiri masa
film cerita hitam putih bersuara, juga telah membawa kemajuan pesat bagi film,
baik sebagai karya seni budaya maupun sebagai media komunikasi yang menarik
perhatian berbagai pihak. Kini film telah berkembang dengan dukungan teknologi
yangan semakin canggih, termasuk teknologi digital. Dalam mas permulaan film,
terdapat sejumlah orang yang sangat berjas, antara lain Niepe (18220 dan
Deuguerre (1893) dari Perancis; Voigtlander (1844) dari Jerman; Eastman (1888),
Edison dan Dickson (1895) dari Amerika Serikat.
Sejarah
pertunjukan film di Indonesia di mulai tanggal 5 Desember 1900 dengan film
dokumenter tentang perjalanan Ratu Olanda dan Raja Hertog Hendrik di kota Den
Haag, Netherland. Lima puluh tahun kemudian barulah lahir film nasional pertama
buatan orang Indonesia di Jakarta, yaitu karya sutradara Usmar Ismail berjudul,
“Darah dan Doa” / “Long March”
produksi pertama Pefini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) tanggal 30 maret
1950. Film nasional itu dikembangkan oleh para seniman teater dari kelompok
sandiwara. Film sabagai karya seni budaya yang dibuat berdasrkan kaidah
sinematografi itu sangat menonjolkan fungsi hiburan yang juga berfungsi ekonomi
(bisnis). Film disebut juga gambar hidup atau wayang gambar, movie atau sinema. Selain berati film, sinema juga bermakna gedung tempat
pertunjukan film (bioskop). Sedangkan orang yang ahli perfilman atau pembuatan
film disebut sineas, dan teknik pembuatan film dinamakan sinematografi.
Pembuatan
film dapat dilakukan dengan teknik analog, digital, atau teknologi tertentu,
dan direkam pada pita seluloid, pita vide, cakra, optik, atau bahan lainnya
melalui proses kimia, elektronik, atau proses lainnya. Pembuatan film itu dapat
dibuat dalam bentuk cerita dan noncerita. Sejak akhir abad yang lalu berkembang
sinema elektronik (sinetron) tau soap
opera (Inggris) atau telenovela
(Spanyol). Sinetron pada umunya merupakan cerita kehidupan manusia secara
dramatis dan ditanyangkan melalui televisi, sehingga sinetron menjadi salah
satu jenis produk atau karya seni budaya dalam penyiaran televisi. Film juga
dapat berbentuk video atau cakram padat (CD=Compact
Disc), yang dapat dipertunjukan.
Sebagai
karya seni budaya, film Indonesia merupakan fenomena kebudayaan yang diharapkan
dapat mengembangkan peradaban manusia yang menjamin terwujudnya kemanusiaan
yang adil dan beradab sebagai pancaran dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai
karya yang dibuat berdasrkan kaidah sinematografi, film merupakan hasil proses
kreatif dari manusia cerdas yang memiliki kemerdekaan berekspresi dan
berinovasi dengan memadukan keindahan dan kecanggihan teknologi serta selaras dengan nilai-nilai agama, etika, moral,
kesusilaan, dan budaya bangsa.
Film
sebagai karya seni budaya tidak bebas nilai karena didalamnya pasti rekandung
nilai-nilai dasar berupa pandangan hidup
atau ideologi yang merupakan gagasan vital yang dilahirkan dan dikembangkan
dalam bentuk audio visual atau suara dan gambar. Sebagai fenomena kebudayaan
film Indonesia diposisikan sbegai sebuah kekuatan yang memiliki peranan
strategis dalam pengembangan kebudayaan dan peningkatan ketuhanan budaya suatu
bangsa. Itulah sebabnya film sebagai karya seni budaya, yang merupakan
kelanjutan dari sandiwara, senantiasa memerlukan izin produksi dan izin
pertunjukan serta izin lolos sensor dari negara atau pemerintah yang berkuasa,
terutama film cerita dan film noncerita. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat dari pengaruh negatif film, terutama kepada anak-anak. Sedangkan
film berita sebagai karya jurnalistik tidak memerlukan izin dan sensor.
2.3 Apakah yang dimaksud televisi
sebagai media siaran audio visual?
Televisi adalah
media siaran yang serumpun dengan radio. Jika radio hanya menyalurkan suara,
televisi mampu menyalurkan suara dan gambar sekaligus, sehinggal televisi dapat
dipandang sebagai penggabungan film dengan radio. Itulah sebabnya televisi
disebut sebagai media audio visual, karena siarannya ditangkap oleh mata dan
telinga. Televisi berasal dari perkataan Inggris television, yang artinya
tampak dari jauh (tele=jauh dan vision=tampak).
Televisi merupakan
sistem penyiran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau
melalui angkasa yang menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi
(suara) yang dapat dilihat dan didengar. Televisi berkembang sebagai media
massa, karena suara dan gabar yang disiarkan itu menyentuh khalayak yang banyak
(massa) serta bersifat terbuka. Di dalam massa itu terdapat publik, karenanya
televisi disebut juga sebagai media publik.
Televisi merupakan
media massa keempat yang hadir di dunia setelah kehadiran pers, film, dan
radio. Televisi telah mengubah dunia dengan terciptanya dunia baru bagi
masyarakat, dengan seluruh keunggulan dan kelemahannya sebagai media. Televisi
merupakan penggabungan antara radio dan film, sehingga kekurangan-kekurangan
yang ada pada radio dan film, tidak lagi dijumpai dalam penyiaran televisi.
Sebagai media yang bersifat audio visual, televisi telah tampil sebagaia media
yang relatif sempurna. Meskipun demikian kelebihan yang terdapat dalam surat
kabar ataua barang tercetak lainnya, tidak dijumpai dalam penyiaran televisi.
2.4 Bagaimana
peran & keunggulan televisi sebagai media siaran audio visual ?
Berkat dukungan teknologi
yang semakin canggih, terutama teknologi digital, televisi telah mengubah dunia
dan telah tercipta suatu dunia baru. Sejak kelahirannya, televisi telah berperan
sebagai media massa yang mempengaruhi kehidupan manusia. Massa depan televisi
akan bergantung pada kemampuan manusia melakukan berbagai penilaian dan
pengambilan keputusan terhadap tantangan dan masa depan.
Televisi telah
mampu menampilkan keunggulan dan karakteristiknya yang khas, terutama dalam hal
kedekatannya dengan kehidupan sehari-hari. Televisi merupakan produk kultural
yang unik. Bentuk-bentuk pemberintaan, perbincangan, visualisasi, dan
dramatisasi yang dikembangkan oleh televisi melahirkan suatu kultur publik yang
sama sekali berbeda dari yang pernah ada sebelumnya.
Banyak program televisi
yang dikembangkan dari film dan radio, seperti berita, drama, perbincangan dalam
berbagain program seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Televisi mampu
menawarkan suatu bentuk kerangka dan ekspresi kultural yang khas secara
teknologi dan institusional sperti ekspresi dari kekuatan-kekuatn sosial,
politik, dan ekonomi yang lebih luas (Silverstone dalam Williams, 2009;
viii-ix).
Keunggulan televisi
sebagai media audio visual terletak pada daya persuasinya yang sangat tiggi,
karena khalayak dapat melihat gambar hidup dan suara. Bahkan suara dan gambar
hidup itu dapat diterima oleh khalayak pada saat sebuah peristiwa yang sedang
terjadi, melalui liputan secara langsung. Dengan demikian televisis memiliki
kecepatan dan aktualitas yang tinggi dengan daya persuasi yang tinggi pula.
Televisi juga dapat menggembangkan topik yang disajikan oleh media cetak (surat
kabar dan majalah).
Saat ini siaran
televisi dapat dilihat melalui telepon genggam sehingga hambatan-hambatan yang
bersifat teknis dan geografis dapat teratasi. Sebagai media komunikasi, jelas
sekali bahwa dalam usaha mempengaruhi khalayak dengan jalan menggugah dan
menyentuh emosi dan pikirannnya, televisi mempunyai banyak keunggulan yang
menonjol dibandingkan dengan surat kabar, radio, dan film yaitu khalayak
sebanyak mungkin dengan daya persuasif yang tinggi. Selain itu televisi juga
memiliki daya jangkau (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan pesan
secara cepat dengan segala dampaknya dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Dapat dipahami jika
Mcluhan (1964) mengatakan, berkat televisi, dunia menjadi deas jagat dari
pengalaman-pengalaman yang disampaikan seketika dan dirasakan secara
bersama-sama. Tatanan sosial muncul dari makan trensenden yang diturunkan dari
budaya bermedia elektronik yang sama. Mcluhan (1911-1980) juga menyebut
televisi dan radio sebagai media dingin (cool
media), karena khalayak tidak membutuhkan upaya serius membaca bukun yang
disebutnya sebagai media panas (hot
media).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Film
merupakan karya seni budaya yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi, yang
juga disebut sebagai gambar hidup yang dapat bersifat audio visual.
2.
Sejarah
pertunjukan film dimulai dengan film bisu yang masih sangat pendek dan
berkembang menjadi film cerita bisu setelah perang dunia I dan II. Kemudian
setelah itu berkembang menjadi film
cerita bersuara hitam putih. Dan dalam tahun 1935 sebuah film yang seluruhnya
berwarna dengan sistem technicolor
yang sudah diperbaiki. Selain mengakhiri masa film cerita hitam putih bersuara,
juga telah membawa kemajuan pesat bagi film, baik sebagai karya seni budaya
maupun sebagai media komunikasi yang menarik perhatian berbagai pihak. Kini
film telah berkembang dengan dukungan teknologi yangan semakin canggih,
termasuk teknologi digital. Sebagai fenomena kebudayaan film Indonesia
diposisikan sbegai sebuah kekuatan yang memiliki peranan strategis dalam
pengembangan kebudayaan dan peningkatan ketuhanan budaya suatu bangsa.
3.
Televisi
mampu menyalurkan suara dan gambar sekaligus. Itulah sebabnya televisi disebut
sebagai media audio visual, karena siarannya ditangkap oleh mata dan telinga.
Televisi berkembang sebagai media massa, karena suara dan gabar yang disiarkan
itu menyentuh khalayak serta bersifat terbuka. Televisi disebut juga sebagai
media publik.
4.
Televisi
telah berperan sebagai media massa yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Televisi mempunyai banyak keunggulan yang menonjol dibandingkan dengan surat
kabar, radio, dan film. Selain itu televisi juga memiliki daya jangkau yang
sangat luas dalam menyebarluaskan pesan secara cepat dengan segala dampaknya
dalam kehidupan individu dan masyarakat.
3.2 Saran
1.
Film
diharapkan
agar dapat membawa kemajuan
pesat, baik sebagai karya seni budaya maupun sebagai media komunikasi yang
menarik perhatian berbagai pihak.
2.
Televisi diharapkanmemberi informasi
yang bersifat netral dan semata-mata hanya demi kepentingan publik.
3.
Menjalankan fungsinya untuk menyampaikan
edukasi (pendidikan), berita, informasi, dan hiburan.
DAFTAR PUSTAKA
J.B
Wahyudi.1992. Teknologi informasi dan
produksi citra bergerak . Jakarta: Gramedia.
Suwasono,
Agung Arief. 2002 .Sekilas tentang
televise dan tayangan iklan. Nirmana vol.4,No.1.Januari. 2002 :38-51.
0 Response to "SISTEM PERFILMAN DAN PENYIARAN INDONESIA - Film Sebagai Karya Seni Budaya dan Televisi Sebagai Media Siaran Audio Visual"